[11:13 PM, 6/9/2021] Bagus Taruno:
PERBANDINGAN SISTEM PILPRES LANGSUNG DENGAN SISTEM PEMILIHAN LEWAT PERWAKILAN MUSYAWARAH ALA UUD45 ASLI.
Oleh : Drs. M.Hatta Taliwang, M.I.Kom. Mantan anggota DPR RI/MPR RI.
1. Diasumsikan bahwa Pilpres lewat Perwakilan dan Musyawarah kurang demokratis. Pilpres langsung lebih demokratis.
Padahal
rakyat sdh memilih wakilnya lewat Pemilu yaitu anggota DPR RI. Buat apa
ada wakil dipilih klo tidak dipercaya utk mewakili rakyat utk
bermusyawarah memilih Presiden ? Pilpres langsung itu Pemborosan waktu
dan tenaga serta biaya.
2.Kontrol rakyat lebih mudah bila
Pilpres Perwakilan/ Musyawarah dilakukan di Senayan. Sementara titik
penyelewangan suara bila Pilpres langsung sangat banyak tempatnya dan
rakyat tak bisa fokus mengontrol.
3.Ada yg bilang klo lewat MPR lebih murah biaya nyogoknya. Hemat saya tidak demikian mudah dg alasan.
3.1.
Panglima TNI, Kapolri, Tokoh Muhammadiyah, Sultan, dll sbagai UTUSAN
GOLONGAN/ UTUSAN DAERAH DI MPR RI dibantu kader2 partai yg baik yg
masih punya integritas insha Allah tak akan tunduk pd uang.
3.2. Seluruh mata bangsa fokus tertuju ke Senayan sehingga semua tingkah polah anggota MPR dibidik oleh rakyat. Kita desak saat
ada yg kasak kusuk minta KPK Pantau semua hp anggota MPR.
Bila perlu semua sudut Gedung MPR dipasang CCTV yg bisa diakses rakyat.
3.3 Pasti ada Tokoh bangsa yg dicalonkan. Saat itulah semua pendukungnya mengepung MPR utk menjaga Pilpres berlangsung fair.
3.4. Ormas,LSM dan Mahasiswa KEPUNG MPR untuk mengawal Pilpres. Mereka berkepentingan utk punya pemimpin yg berkualitas.
3.5
Melihat situasi demikian Bandar atau Cukong yg kasak kusuk pun akan
mikir seribu kali. Karena pasti bocor gerakannya karena ada tokoh2
moral fraksi utusan golongan/ utusan daerah yg akan nyanyi bila ada
gerakan penyuapan.
3.6 Kita hrs berprasangka baik bahwa tidak
seluruh anggota MPR dan rakyat akan diam melihat kecurangan di depan
mereka ? Tidak serusak parah itulah bangsa ini sehingga semua bisa
diatur atur oleh bandar atau cukong. Kita hrs membangun rasa percaya
diri menegakkan kebenaran dan keadilan di Pilpres yg hanya sekali dlm 5
tahun itu.
4.Kalau pakai sistem Pilpres Perwakilan Musyawarah di
MPR tidak akan lahir Pemimpin Negara kelas pedagang ember plastik.
Panglima TNI/ Kapolri/ Ketum Muhammadiyah sbg Utusan GOLONGAN tak akan
mau terima calon Pemimpin yg rendah mutunya. Malu mereka. Masa'
Pemimpinnya dibawah kualiatas mereka.
5.Pilpres langsung
karena cuma dicalonkan partai, sementara partai mata duitan, ya mau aja
calonkan yg tak jelas kualitasnya, karena fulus dari sponsor( para
cukong) gde, minimal 1 triliun kata Bambang Soesatyo utk kuasai sebuah
Partai.
6.Dlm sistem Pilpres Langsung meskipun anda punya bibit
bagus utk capres misalnya Anies Baswedan. Kalau para oligarki gak
sreg bisa saja di kerjain di proses pencalonan atau diberbagai titik
proses pemilihan. Bisa dijegal di saat Pilpres berlangsung. Bisa di
jegal disaat penghitungan di KPU.
7.Dengan sistem one man one vote dlm Pilpres langsung, menyamakan suara 1 orang gila dengan suara 1 Guru Besar, waras gak ?
8.
Biaya Pilpres langsung sampai puluhan trilyun utk KPU dan dari kantong
capres atau kantong cukong menghasilkan orang yg belum tentu sesuai
harapan rakyat.
Belum tentu juga sesuai harapan cukong.
9.
Biaya sosial, psikologis juga mahal. Suasana kampanye merusak hubungan
sosial psikologis masyarakat karena banyak hoaks hingga fitnah,
hubungan antar warga kurang harmonis dan saling prasangka dll. Rakyat
terbelah berkepanjangan merusak kerukunan nasional dan sosial
Menghancurkan Sila ketiga Pacasila.
10.
Isu isu sensitif soal suku, ras,antar golongan, agama sampai tetek
bengek soal cara beribadah diumbar sbg instrumen kampanye hingga
mengancam persatuan.
11.Presiden Threshold (PT) lama dimana sdh
banyak pemilih yg lalu(2014)yg telah meninggal, masih dihitung dan
digunakan sementara pemilih pemula yg berusia 17 tahun pd 2018 tidak
dianggap, maka apapun argumennya tetap cacat hukum, cacat akal sehat
dan cacat moral.
12.Memasukkan orang gila atau cacat mental
berat sebagai pemilih adalah indikasi bahwa dengan cara apapun KPU
berupaya menghimpun suara demi kepentingan tersembunyi, termasuk
masalah data pemilih misterius itu. Ini sesuatu yg sangat tidak logis.
13.Sistem
pilpres langsung ini sangat mudah diintervensi dg berbagai instrumen yg
potensial dikendalikan penguasa apalagi jika berkonspirasi dg pemilik
modal ( membentuk oligarki) utk menggolkan oknum yg mereka inginkan.
Instrumen seperti : lembaga survei, akademisi mata duitan, intelijen
resmi atau partikelir, aparat keamanan, birokrat, parpol, aparat hukum,
LSM, Ormas, media massa mainstream, KPU , buzzer dll dengan uang ,
janji jabatan, permainan pajak, permainan hukum dll bisa
dilibatkan dalam konspirasi.
Aparat
keamanan, hukum dan birokrat yang mestinya netral tanpa sadar atau dg
sadar sering terbawa arus oleh godaan godaan diatas.
14.Belum
terhitung bagaimana teknologi IT yg canggih yg bisa dipermainkan
ditambah produksi KTP misterius, formulir misterius dan lain lain
sangat tidak kondusif untuk membangun rasa saling percaya dalam sistem
pilpres langsung ini.
15. Dengan sikap KPU yg penuh keanehan (
misalnya mendadak mengubah cara debat) dan berbagai indikasi lainnya
yang menunjukkan dugaan mengakomodir kepentingan salah satu peserta
pilpres, maka bagaimana masyarakat bisa percaya bahwa KPU bisa netral
dan sungguh sungguh akan menghasilkan Pilpres yg bisa dipercaya?
Situasi ini sungguh akan menimbulkan bencana politik dikemudian hari.
16. Argumennya bahwa Pilpres langsung menghasilkan demokrasi yg bagus bisa dipertanyakan.
Kalau kita percaya angka ini. Hasil Pilpres
Pilpres 2014.
Jokowi 37,30%.
Prabowo 32,88%
Golput dll 29,81%
Pilpres 2019
Jokowi 42,80%
Prabowo 34,32%
Golput dll 22,86%
Kan klo pakai rumus menang secara demokratis harusnya 50+1.
Nyatanya Jokowi menang 2 x masing2 37, 30% dan 42, 80%. Dua kali menang suaranya dibawa 50 % Pemilih.
Artinya
mengacu ke rumus menang secara demokratis tidak tercapai sehingga kami
menyebutnya ini hasil legal tapi tidak legitimatif
Apa bedanya
dengan Pilpres sistem Perwakilan dan Musyawarah di MPR RI yg dianggap
kurang demokratis namun hasilnya bisa terpilih Presiden yg lbh
berkualitas karena ada faktor UTUSAN GOLONGAN yg bisa jadi "penyaring
capres"?
17. Setelah Presiden terpilih berdasarkan pengalaman :
17.1
Tahun pertama sibuk konsolidasi kekuasaan. Partai partai yg dianggap
bukan pendukung rezim, diobrak abrik atau dijinakkan dengan segala
cara. Mulai terjadi persekongkolan atau bangun oligarki. Ujungnya
kepentingan rakyat diselewengkan.
17.2. Tahun kedua, mulai raba raba
program apa yg mau dikerjakan yg bisa membuat rakyat segera melihat
hasil nyata. Program abstrak misalnya revolusi mental, nation and
character building dll disingkirkan. Kejar tayang yg bisa rakyat kagum.
Dipilih program praktis misal nya kartu sehat dan yg paling mudah itu
infrastruktur,sekalipun dg seruduk gunakan pinjaman dg bunga besar atau
gunakan dana yg tidak semestinya utk infrastruktur seperti dana haji,
dana pensiun dll. Itu sekedar contoh bagaimana bekerjanya sebuah sistem
tanpa tuntunan GBHN.
17.3. Tahun ketiga, mulai bangun pencitraan,
banyak selfie dan berbagai acara yg sifatnya konsolidasi untuk
terpilih periode kedua.
17.4.Tahun keempat, mulai sibuk bertempur,
karena lawan tanding sudah mulai muncul. Praktis setahun petahana sibuk
kampanye tersembunyi atau terang terangan.
Beberapa program seperti raskin,bansos dll diolah menjadi modal politik petahana.
Dengan
kata lain sistem pilpres langsung ini menghasilkan Presiden yg praktis
hanya bekerja untuk bisa dipilih kembali utk periode berikutnya,tak
mampu bekerja untuk program jangka jauh yg sifatnya membangun fondasi
kuat agar negara bisa kokoh. Membangun dg gali lobang tutup lobang
menjadikan banyak negara baru merdeka lebih maju meninggalkan Indonesia
yg terseok seok. Membangun yg mudah dan tampak oleh rakyat seperti
infrastruktur misalnya, dengan utang besar, hanya mewariskan beban yg
berat utk pemerintah berikutnya. Inilah proses menuju kebangkrutan
kalau sistem ini dilanjutkan.
18. Penilaian atas prestasi
Presiden lima tahun pertama, tdk lagi di depan MPR RI, artinya
diserahkan langsung ke rakyat pemilih. Sementara rakyat pemilih banyak
yg awam dan seringkali terbawa arus tipuan timses dan lembaga survei
dll sehingga intinya evaluasi itu tak ada. Sistem begini tidak atau
kurang bertanggung jawab.
19. Sengketa pilpres dengan membawa
bertruk truk bukti penyimpangan, belum tentu diperiksa cermat oleh
hakim MK, apalagi kalau hakimnya diketahui aparat hukum lainnya punya
"catatan gelap" dalam karirnya dan dijanjikan jabatan tinggi atau
setara setelah pensiun oleh salah satu capres yang menang atau
dimenangkan.
20. Negara sebesar ini penduduknya, dan seluas ini,
dg berbagai latar belakang suku, agama dll melakukan pilpres langsung
merupakan experimen demokrasi luar biasa. Sistem ini mudah terjadi
kecurangan dan hampir pasti hanya suku Jawa yang bisa jadi Presiden,
karena jumlah pemilih yg besar di Jawa.
21. Betapapun tuduhan
terhadap demokrasi ala UUD45 Asli dianggap tidak demokratis, namun
faktanya hampir semua parpol, semua ormas dll melakukan pemilihan dg
demokrasi perwakilan, musyawarah mufakat( voting hanya utk keperluan
teknis setelah calon hasil musyawarah disepakati), dg dijiwai hikmah
kebijaksanaan. Tak ada parpol atau ormas yg mengundang semua pemegang
kartu anggota parpol/ ormasnya datang ke bilik suara untuk memilih
Ketua Umumnya. Lho kultur yg hidup dalam masyarakat kita perwakilan,
musyawarah mufakat, dlm hikmah kebijaksanaan kok ujug ujug pilpres nya
sistem one man one vote dimana suara 1 orang gila sama dengan suara 1
guru besar. Akal sehat itu dimana ?
Sistem perwakilan, musyawarah
mufakat itu sukses dilakukan Muhammadiyah misalnya. Pemimpin yg lahir
berkelas : KU AR Fachruddin, Prof Amien Rais, Prof Syafi'i Maarif, Prof
Din Syamsuddin, Prof Haedar Nashir. Muhammadiyah punya PT 180an,
Sekolah dari TK hingga SLTA puluhan ribu, RS dan Klinik ribuan, Anak
asuh ribuan dll.
Sistem perwakilan, musyawarah mufakat ini
sukses diterapkan PKS. Tanpa banyak ribut, suksesi kepemimpinan
berjalan lancar, output partai meningkat, beberapa Gubernur diraih.
Dulu dg sistem yg sama melahirkan politisi tangguh seperti Akbar Tanjung di Golkar. Dan banyak contoh lain.
Pada
tingkatan negara lain tentu banyak contoh yg mirip Perwakilan dan
Musyawarah Mufakat dimana prestasi negaranya maju. Pemilihan Presiden
dan PM RRC misalnya tidak rakyat langsung yg pilih tapi lewat
perwakilan meskipun tidak lewat musyawarah mufakat, namun yg terpilih
pasti lewat sistem yg ketat sesuai tradisi politik dan sistem negara
mereka.
22. Sistem pilpres langsung ini karena mahal maka
praktis ke depannya hanya akan bisa diikuti orang orang kaya. Dan orang
orang kaya atau yang dibacking orang kaya ke depan itu siapa ? Bukankah
hanya kelompok tertentu yg sangat kaya?Silahkan pikirkan untuk jangka
panjang ke depan ini siapa siapa yang akan bisa jadi capres. Salah satu
yg sdh berani muncul adalah konglomerat Hary Tanoesoedibjo. Dan saya
kira akan segera bermunculan yang lain. Lalu orang orang hebat dari
parpol lain, kecuali keluarga SBY yg kabarnya masih kaya, selebihnya
mungkin akan lapuk pada saatnya.
23. Kalau mau jujur sistem
pilpres langsung yg diduga masuk intervensi pemodal atau bandar, hanya
dinikmati hasilnya oleh segelintir aktor yg terlibat dlm skenario. Para
bandar sendiri mungkin merasa belum kembali modal hanya dengan 5 tahun.
Inilah yg bisa menjelaskan mengapa petahana sering terpaksa ngotot
ingin jabatan kedua kali bahkan sekarang belum apa apa sdh pengen
ketiga kali. Dan ini sangat mempengaruhi tensi pilpres. Suhu tinggi dan
rawan keributan.
Tulisan ini disajikan dengan maksud mari kita
sama sama evaluasi sistem ketatanegaraan khususnya sistem pilpres
langsung ini kita nilai dengan jujur dan bertanggung jawab demi
keselamatan Indonesia, demi hari depan anak cucu kita.MHT 7/1/2019 Di
update 9 Juni 2021.
Catatan
Yg ingin memberi saran / koment bisa hubungi HP/WA MHT 0818714823.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar