Kamis, 10 Juni 2021

Hatta Taliwang: PERBANDINGAN SISTEM PILPRES LANGSUNG DENGAN SISTEM PEMILIHAN LEWAT PERWAKILAN MUSYAWARAH ALA UUD45 ASLI

 


[11:13 PM, 6/9/2021] Bagus Taruno:

PERBANDINGAN SISTEM PILPRES LANGSUNG DENGAN SISTEM PEMILIHAN LEWAT PERWAKILAN  MUSYAWARAH ALA UUD45 ASLI.

Oleh : Drs. M.Hatta Taliwang, M.I.Kom. Mantan anggota DPR RI/MPR RI.

1. Diasumsikan bahwa  Pilpres lewat Perwakilan dan Musyawarah kurang demokratis. Pilpres langsung lebih demokratis.
Padahal rakyat sdh memilih wakilnya lewat Pemilu yaitu anggota DPR RI. Buat apa ada wakil dipilih  klo tidak dipercaya utk mewakili rakyat utk bermusyawarah memilih Presiden ? Pilpres langsung itu Pemborosan waktu dan tenaga serta biaya.

2.Kontrol rakyat lebih mudah bila Pilpres Perwakilan/ Musyawarah dilakukan di Senayan. Sementara titik penyelewangan suara bila Pilpres langsung sangat banyak tempatnya dan rakyat tak bisa fokus mengontrol.

3.Ada yg bilang klo lewat MPR lebih murah biaya nyogoknya. Hemat saya tidak demikian mudah dg alasan.

3.1. Panglima TNI, Kapolri, Tokoh Muhammadiyah, Sultan, dll sbagai UTUSAN GOLONGAN/ UTUSAN DAERAH  DI MPR RI dibantu kader2 partai yg baik yg masih punya integritas insha Allah tak akan tunduk pd uang.

3.2. Seluruh mata bangsa fokus tertuju ke Senayan sehingga  semua tingkah polah anggota MPR dibidik oleh rakyat. Kita desak saat
ada yg kasak kusuk minta KPK Pantau semua hp anggota MPR.
Bila perlu semua sudut Gedung MPR dipasang CCTV yg bisa diakses rakyat.

3.3 Pasti ada Tokoh bangsa yg dicalonkan. Saat itulah semua pendukungnya mengepung MPR utk menjaga Pilpres berlangsung fair.

3.4. Ormas,LSM  dan Mahasiswa KEPUNG MPR  untuk mengawal Pilpres. Mereka berkepentingan utk punya pemimpin yg berkualitas.

3.5 Melihat situasi demikian Bandar atau Cukong yg kasak kusuk pun akan mikir seribu kali. Karena pasti bocor gerakannya karena ada tokoh2 moral fraksi utusan golongan/ utusan daerah yg akan nyanyi bila ada gerakan penyuapan.

3.6 Kita hrs berprasangka baik bahwa tidak seluruh anggota MPR dan rakyat akan diam melihat kecurangan di depan mereka ?  Tidak serusak parah itulah  bangsa ini sehingga semua bisa  diatur atur oleh bandar atau cukong. Kita hrs membangun rasa  percaya diri menegakkan kebenaran dan keadilan di Pilpres yg hanya sekali dlm 5 tahun itu.

4.Kalau pakai sistem Pilpres Perwakilan Musyawarah di MPR tidak akan lahir Pemimpin Negara kelas pedagang ember plastik. Panglima TNI/ Kapolri/ Ketum Muhammadiyah sbg Utusan GOLONGAN tak akan mau terima calon Pemimpin yg rendah mutunya. Malu mereka. Masa' Pemimpinnya dibawah kualiatas mereka.

5.Pilpres langsung karena cuma dicalonkan partai, sementara partai mata duitan, ya mau aja calonkan yg tak jelas kualitasnya, karena fulus dari sponsor( para cukong) gde, minimal 1 triliun kata Bambang Soesatyo utk kuasai sebuah Partai.

6.Dlm sistem Pilpres Langsung meskipun anda punya bibit bagus utk capres misalnya Anies Baswedan. Kalau  para oligarki  gak sreg  bisa saja di kerjain di proses pencalonan atau diberbagai titik proses pemilihan. Bisa dijegal di saat Pilpres berlangsung. Bisa di jegal disaat penghitungan di KPU.

7.Dengan sistem one man one vote dlm Pilpres langsung, menyamakan suara 1 orang gila dengan suara 1 Guru Besar, waras gak ?

8. Biaya Pilpres langsung sampai puluhan trilyun utk KPU dan dari kantong capres atau kantong cukong menghasilkan orang yg belum tentu sesuai harapan rakyat.
Belum tentu juga sesuai harapan cukong.

9. Biaya sosial, psikologis juga mahal. Suasana kampanye merusak hubungan sosial psikologis masyarakat karena banyak hoaks hingga fitnah, hubungan antar warga kurang harmonis dan saling prasangka dll. Rakyat terbelah berkepanjangan merusak kerukunan nasional dan sosial
Menghancurkan Sila ketiga Pacasila.

10. Isu isu sensitif soal suku, ras,antar golongan, agama sampai tetek bengek soal cara beribadah diumbar sbg instrumen kampanye hingga mengancam persatuan.

11.Presiden Threshold (PT) lama dimana sdh banyak pemilih yg lalu(2014)yg telah meninggal, masih dihitung dan digunakan sementara pemilih pemula yg berusia 17 tahun pd 2018 tidak dianggap, maka  apapun argumennya tetap cacat hukum, cacat akal sehat dan cacat moral.

12.Memasukkan orang gila atau cacat mental berat sebagai pemilih adalah indikasi bahwa dengan cara apapun KPU berupaya menghimpun suara demi kepentingan tersembunyi, termasuk masalah data pemilih  misterius itu. Ini sesuatu yg sangat tidak logis.

13.Sistem pilpres langsung ini sangat mudah diintervensi dg berbagai instrumen yg potensial dikendalikan penguasa apalagi jika berkonspirasi dg pemilik modal ( membentuk oligarki) utk menggolkan oknum yg mereka inginkan. Instrumen seperti : lembaga survei, akademisi mata duitan, intelijen resmi atau partikelir, aparat keamanan, birokrat, parpol, aparat hukum, LSM, Ormas, media massa mainstream, KPU , buzzer dll dengan uang , janji jabatan, permainan pajak, permainan hukum dll bisa
dilibatkan dalam konspirasi.
Aparat keamanan, hukum dan birokrat yang mestinya netral tanpa sadar atau dg sadar sering terbawa arus oleh godaan godaan diatas.

14.Belum terhitung bagaimana teknologi IT yg canggih yg bisa dipermainkan ditambah produksi KTP misterius, formulir misterius dan lain lain sangat tidak kondusif untuk membangun rasa saling percaya dalam sistem pilpres langsung ini.

15. Dengan sikap KPU yg penuh keanehan ( misalnya mendadak mengubah cara debat) dan berbagai indikasi lainnya yang menunjukkan dugaan mengakomodir kepentingan salah satu peserta pilpres, maka bagaimana masyarakat bisa percaya bahwa KPU bisa netral dan sungguh sungguh akan menghasilkan Pilpres yg bisa dipercaya? Situasi ini sungguh akan menimbulkan bencana politik dikemudian hari.

16. Argumennya bahwa Pilpres langsung menghasilkan demokrasi yg bagus bisa dipertanyakan.
Kalau kita percaya angka ini. Hasil Pilpres
Pilpres 2014.
Jokowi 37,30%.
Prabowo 32,88%
Golput dll 29,81%

Pilpres 2019
Jokowi 42,80%
Prabowo 34,32%
Golput dll 22,86%

Kan klo pakai rumus menang secara demokratis harusnya  50+1.

Nyatanya Jokowi menang 2 x masing2 37, 30% dan 42, 80%. Dua kali menang suaranya dibawa 50 % Pemilih.
Artinya mengacu ke rumus menang secara demokratis tidak tercapai sehingga kami menyebutnya ini hasil legal tapi tidak legitimatif
Apa bedanya dengan Pilpres sistem Perwakilan dan Musyawarah di MPR RI yg dianggap kurang demokratis namun hasilnya bisa terpilih Presiden yg lbh berkualitas karena ada faktor UTUSAN GOLONGAN yg bisa jadi "penyaring capres"?


17. Setelah Presiden terpilih berdasarkan pengalaman :
17.1 Tahun pertama sibuk konsolidasi kekuasaan. Partai partai yg dianggap bukan pendukung rezim, diobrak abrik atau dijinakkan dengan segala cara. Mulai terjadi persekongkolan atau bangun oligarki. Ujungnya kepentingan rakyat diselewengkan.
17.2. Tahun kedua, mulai raba raba program apa yg mau dikerjakan yg bisa membuat rakyat segera melihat hasil nyata. Program abstrak misalnya revolusi mental, nation and character building dll disingkirkan. Kejar tayang yg bisa rakyat kagum. Dipilih program praktis misal nya kartu sehat dan yg paling mudah itu infrastruktur,sekalipun dg seruduk gunakan pinjaman dg bunga besar atau gunakan dana yg tidak semestinya utk infrastruktur seperti dana haji, dana pensiun dll. Itu sekedar contoh bagaimana bekerjanya sebuah sistem tanpa tuntunan GBHN.
17.3. Tahun ketiga, mulai bangun pencitraan, banyak selfie dan berbagai acara yg sifatnya konsolidasi untuk terpilih  periode kedua.
17.4.Tahun keempat, mulai sibuk bertempur, karena lawan tanding sudah mulai muncul. Praktis setahun petahana sibuk kampanye tersembunyi atau terang terangan.
Beberapa program seperti raskin,bansos dll diolah menjadi modal politik petahana.

Dengan kata lain sistem pilpres langsung ini menghasilkan Presiden yg praktis hanya bekerja untuk bisa dipilih kembali utk periode berikutnya,tak mampu bekerja untuk program jangka jauh yg sifatnya membangun fondasi kuat agar negara bisa kokoh. Membangun dg gali lobang tutup lobang menjadikan banyak negara baru merdeka lebih maju meninggalkan Indonesia yg terseok seok. Membangun yg mudah dan tampak oleh rakyat seperti infrastruktur misalnya, dengan utang besar, hanya mewariskan beban yg berat utk pemerintah berikutnya. Inilah proses menuju kebangkrutan kalau sistem ini dilanjutkan.

18. Penilaian atas prestasi Presiden lima tahun pertama, tdk lagi di depan MPR RI, artinya diserahkan langsung ke rakyat pemilih. Sementara rakyat pemilih banyak yg awam dan seringkali terbawa arus tipuan timses dan lembaga survei dll sehingga intinya evaluasi itu tak ada. Sistem begini tidak atau kurang bertanggung jawab.

19. Sengketa pilpres dengan membawa bertruk truk bukti penyimpangan, belum tentu diperiksa cermat oleh hakim MK, apalagi kalau hakimnya diketahui aparat hukum lainnya punya "catatan gelap" dalam karirnya dan dijanjikan jabatan  tinggi atau setara setelah pensiun oleh salah satu capres yang menang atau dimenangkan.

20. Negara sebesar ini penduduknya, dan seluas ini, dg berbagai latar belakang suku, agama dll melakukan pilpres langsung merupakan experimen demokrasi luar biasa. Sistem ini mudah terjadi kecurangan dan hampir pasti hanya suku Jawa yang bisa jadi Presiden, karena jumlah pemilih yg besar di Jawa.

21. Betapapun tuduhan terhadap demokrasi ala UUD45 Asli dianggap tidak demokratis, namun faktanya hampir semua parpol, semua ormas dll melakukan pemilihan dg demokrasi perwakilan, musyawarah mufakat( voting hanya utk keperluan teknis setelah calon hasil musyawarah disepakati), dg dijiwai hikmah kebijaksanaan. Tak ada parpol atau ormas yg mengundang semua pemegang kartu anggota parpol/ ormasnya datang ke bilik suara untuk memilih Ketua Umumnya. Lho kultur yg hidup dalam masyarakat kita perwakilan, musyawarah mufakat, dlm hikmah kebijaksanaan kok ujug ujug pilpres nya sistem one man one vote dimana suara 1 orang gila sama dengan suara 1 guru besar. Akal sehat itu dimana ?
Sistem perwakilan, musyawarah mufakat itu sukses dilakukan Muhammadiyah misalnya. Pemimpin yg lahir berkelas : KU AR Fachruddin, Prof Amien Rais, Prof Syafi'i Maarif, Prof Din Syamsuddin, Prof Haedar Nashir. Muhammadiyah punya PT 180an, Sekolah dari TK hingga SLTA puluhan ribu, RS dan Klinik ribuan, Anak asuh ribuan dll.

Sistem perwakilan, musyawarah mufakat ini sukses diterapkan PKS. Tanpa banyak ribut, suksesi kepemimpinan berjalan lancar, output partai meningkat, beberapa Gubernur diraih.

Dulu dg sistem yg sama melahirkan politisi tangguh seperti Akbar Tanjung di Golkar. Dan banyak contoh lain.
Pada tingkatan negara lain tentu banyak contoh yg mirip Perwakilan dan Musyawarah Mufakat dimana prestasi negaranya maju. Pemilihan Presiden dan PM RRC misalnya tidak rakyat langsung yg pilih tapi lewat perwakilan meskipun tidak lewat musyawarah mufakat, namun yg terpilih pasti lewat sistem yg ketat sesuai tradisi politik dan sistem negara mereka.

22. Sistem pilpres langsung ini karena mahal maka praktis ke depannya hanya akan bisa diikuti orang orang kaya. Dan orang orang kaya atau yang dibacking orang kaya ke depan itu siapa ? Bukankah hanya kelompok tertentu yg sangat kaya?Silahkan pikirkan untuk jangka panjang ke depan ini siapa siapa yang akan bisa jadi capres. Salah satu yg sdh berani muncul adalah konglomerat Hary Tanoesoedibjo. Dan saya kira akan segera bermunculan yang lain. Lalu orang orang hebat dari parpol lain, kecuali keluarga SBY yg kabarnya masih kaya, selebihnya mungkin akan lapuk pada saatnya.

23. Kalau mau jujur sistem pilpres langsung yg diduga masuk intervensi pemodal atau bandar, hanya dinikmati hasilnya oleh segelintir aktor yg terlibat dlm skenario. Para bandar sendiri mungkin merasa belum kembali modal hanya dengan 5 tahun. Inilah yg bisa menjelaskan mengapa petahana sering terpaksa ngotot ingin jabatan kedua kali bahkan sekarang belum apa apa sdh pengen ketiga kali. Dan ini sangat mempengaruhi tensi pilpres. Suhu tinggi dan rawan keributan.

Tulisan ini disajikan dengan maksud mari kita sama sama evaluasi sistem ketatanegaraan khususnya sistem pilpres langsung ini kita nilai dengan jujur dan bertanggung jawab demi keselamatan Indonesia, demi hari depan anak cucu kita.MHT 7/1/2019 Di update 9 Juni 2021.
Catatan
Yg ingin memberi saran / koment bisa hubungi HP/WA MHT 0818714823. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

101 Tahun ITB dan Tokoh Tionghoa yang Terlupakan

101 Tahun ITB dan Tokoh Tionghoa yang Terlupakan https://t.co/uiGUXUaTOg pic.twitter.com/qxFePwV8ZQ — KoranDNM (@Koran_DNM) June 27, 2021 ...