[12:25 PM, 6/7/2021]
Hendrajit: Mochtar Kusumaatmadja, Sang Diplomat dan Ilmuwan Pejuang
Dalam Perang Nirmiliter Melawan Kaum Penjajah
[12:25 PM, 6/7/2021]
Hendrajit: Hendrajit, Pengkaji Geopolitik Global Future Institute dan
Wartawan Senior
[12:25 PM, 6/7/2021]
Hendrajit: Mendengar Prof Dr Mochtar Kusumaatmadja wafat Senin kemarin,
sebetulnya tak terlampau mengejutkan, karena saya termasuk
yang maklum betul dalam beberapa tahun terakhir, kondisi
kesehatan beliau cukup parah. Begitupun, ada kekosongan yang saya
rasakan berpulangya sosok satu ini.
[12:25 PM, 6/7/2021]
Hendrajit: Seperti juga menteri luar negeri pendahulunya, Adam Malik,
Pak Mochtar yang menjadi menlu kedua RI di era Pak Harto, merupakan
sosok transisi dari era politik luar negeri Sukarno yang frontal dan
gegap gempita menuju era politik luar negeri yang lebih kalem dan
tenang. Namun di tangan Bung Adam Malik dan Pak Mochtar, politik luar
negeri RI bebas dan aktif di era Bung Karno dan Pak Harto, sejatinya
tetap pro aktif dan agresif menghadapi kekuasan-kekuatan asing.
[12:25 PM, 6/7/2021]
Hendrajit: Yang lebih penting lagi, dan ini belum sepenuhnya
dipahami oleh para pakar hubungan internasional maupun politik luar
negeri RI, sosok Mochtar Kusumaatmadja, secara harfiah memang
betul-betul jembatan antara masa pemerintahan Sukarno dan Suharto.
[12:25 PM, 6/7/2021]
Hendrajit: Apa jembatan penghubung kedua pemeritahan tersebut? Tiada
lain adalah Deklarasi Juanda. Nah, kalau sudah menyangkut yang namanya
Deklarasi Djuanda, maka kita harus ingat, bahwa sosok penggagas dan
dinamo starter dari Deklarasi Djuanda adalah Wakil Perdana Menteri III
merangkap menteri veteran, Bung Chairul Saleh. Adapun Pak Mocthar
merupakan sang juru mudi alias supirnya nggak sangat terampil
sekaligus tahu betul peta jalan.
[12:25 PM, 6/7/2021]
Hendrajit: Chairul Saleh seorang nasionalis tulen yang memandang
Muhammad Yamin, Tan Malaka dan Sukarno sebagai mentor-mentor politik
dan aktivitas pergerakan, pada 1957 dalam keadaan gusar dan resah,
sehingga siapa saja di dekatnya pasti kena damprat habis-habisan.
Pasalnya, Bung Chairul merasa jengkel karena Panitia Rancangan UU Laut
Teritorial dan Lingkungan Maritim yang dibentuk PM Ali Sastroamidjojo
pada 1956, ternyata belum menunjukkan hasil kerjanya sama sekali. Tapi
buat marah-marah langsung ke Pak Ali Sastro jelas nggak mungkin, biar
gimanapun Pak Ali ini jauh lebih senior dan punya jam terbang jauh
lebih lama sebagai kaum pergerakan.
[12:25 PM, 6/7/2021]
Hendrajit: Padahal panitia tersebut dibentuk untuk mewujudkan suatu
tujuan strategis yang sungguh serius adanya: menciptakan UU Laut
Teritorial baru untuk menggantikan Territorial Zee en Maritiem Kringen
Ordonantie yang diterapkan sejak masa kolonial.
[12:25 PM, 6/7/2021]
Hendrajit: Dan Pak Mochtar, selain masih keluarga dekat isteri Chairul
Saleh, namun eksponen pemuda yang memainkan peran sentral dalam
mendesak percepatan proklamasi kemderdekaan Indonesia pada Agustus 1945
itu, sangat paham betul bakat-bakat terpendam pakar hukum Universitas
Padjajaran tersebut. Sehingga sewaktu pemerintahan Ali Sastro membentuk
panitia itu, dengan tak ayal Chairul Saleh memerintahkan Mochtar
didudukkan sebagai salah satu anggota panitia
tersebut.
[12:25 PM, 6/7/2021]
Hendrajit: Maka bisa dibayangkan betapa apesnya Pak Mochtar saat pada
1957 berpapasan dengan Uda Chairul, kontan kena damprat.
[12:25 PM, 6/7/2021]
Hendrajit: “Hey Mochtar, mana ini, hasil panitia belum ada? Lambat
betul kerjanya kalian ini” semprot Chairul berapi-api, dikutip Mochtar
dalam testimoni berjudul “Sekelumit Pengalaman Bersama Bung Chairul
Saleh”, dimuat di "Chairul Saleh Tokoh Kontroversial".
[12:25 PM, 6/7/2021]
Hendrajit: Rupanya kinerja pemerintahan Ali Sastro I maupun ke-II
memang sepertinya tidak bisa diandalkan entah kenapa. Untungnya,
sewaktu pemerintahan beralih ke kabinet yang dipimpin Insinyur Djuanda,
panitia ini tetap dipertahankan. Dan Mochtar, juga masih
tetap didalamnya.
[12:25 PM, 6/7/2021]
Hendrajit: Bisa dibayangkan seorang Chairul Saleh yang tak kalah
revolusioner dan nasionalistisnya dibanding Sukarno, bukan saja
prihatin, bahkan meradang. Kebetulan Mochtar yang selain jauh lebih
muda dan bertampang akademisi itu, jadi sansak kemarahan Chairul Saleh
yang sama seperti Mochtar kelak, sama-sama beristirikan orang Minang.
[12:25 PM, 6/7/2021]
Hendrajit: Mungkin Chairul yang sejak pemuda pikirannya jahil dan suka
bikin hal-hal yang di luar pakem, sengaja memancing obrolan dengan
Mochtar yang secara tersirat menggugah rasa nasionalisme Mochtar yang
terpaku pada pakem ilmu hukum dan keilmuan. Namun agenda tersembunyi
obrolan itu sebenarnya, mau memerintahkan Mochtar ambil alih
tanggungjawab kerja panitia itu ke tangan si pemuda berkacata mata
tebal dan kumis tipis ini seorang. Maka mulailah pembicaraan yang
bersejarah itu.
[12:25 PM, 6/7/2021]
Hendrajit: "Mochtar, ini kapal perang Belanda kok mondar-mandir saja di
Laut Jawa. Ini Laut Jawa apa tidak bisa dijadikan laut pedalaman?” kata
Chairul bertanya.
[12:25 PM, 6/7/2021]
Hendrajit: Sudah diduga Uda Chairul, jawaban Mochtar pasti konvensional
dan sok ilmiah meski pakar hukum laut. "Wah ya nggak bisa dong,
bagaimana mungkin," jawab Mochtar. Nah di sini Uda Chairul
kayaknya pura-pura marah tapi sebenarnya sedang menanamkan watak
nasionalisme dan sikap revolusioner pada diri Mochtar.
[12:25 PM, 6/7/2021]
Hendrajit: Berkata Chairul Saleh: “Pokoknya bikin supaya
bisa. Jangan bilang tidak bisa !” Mohtar pun sebagai anak muda kontan
merasa diremehkan kepancing egonya dengan tak ayal menjawab:
“Wah, ini bertentangan dengan hukum internasional.”
[12:25 PM, 6/7/2021]
Hendrajit: Chairul pun yang semula mungkin cuma mau menggugah rasa
nasionalisme dan sikap revolusioner, jadi keluar juga ego eksponen
pejuang pemuda 12 tahun sebelum percakakapan ini berlangsung.
[12:25 PM, 6/7/2021]
Hendrajit: “Kamu ini masih muda ngomongnya kayak apa, tidak
revolusioner. Kalau dulu waktu proklamasi kita mendengarkan orang-orang
yang terlalu yuridis macam kau ini, pasti proklamasi juga tidak jadi.
Kamu harus merubah cara berpikir. Pokoknya mesti bisa !”, tegas Chairul.
[12:25 PM, 6/7/2021]
Hendrajit: Saat menyimak kata-kata Chairul Saleh yang jauh lebih tua
dari dirinya ini, pakar hukum laut kita ini yang usianya masih berumur
28 tahun itu, tersengat dan merasa mendapat pencerahan. Sehingga tanpa
Mochtar sadari saat itu, ketika akhirnya alumni Fakultas Hukum UNPAD
dan Universitas Chicago ini menyerah dan patuh pada perintah
Chairul Saleh, maka praktis wewenang Panitia Rancangan UU
Laut Teritorial dan Lingkungan Maritim yang dibentuk PM Ali
Sastroamidjojo pada 1956, secara teknis sudah dialihkan ke pundak satu
orang, dialah Mochtar Kusumaatmadja.
[12:25 PM, 6/7/2021]
Hendrajit: Maka Mochtar kepalanya pening lagi. Karena begitu menyatakan
iya dan sanggup, sebenarnya belum tahu harus bagaimana. "Baiklah Uda,
tapi tolong ya mintakan izin cuti dua minggu kepada bos langsung saya,"
kata Mochtar.
[12:25 PM, 6/7/2021]
Hendrajit: Pendek cerita, Permintaan itu dikabulkan Chairul dengan
memerintahkan Usman, atasan Mochtar, agar mengeluarkan surat cuti.
Urusan administrasi beres. Mulailah kerja intelektual yang luarbiasa
dan bersejarah.
[12:25 PM, 6/7/2021]
Hendrajit: Seperti cerita Mochtar sendiri kepada saya dan
beberapa mahasiswa yang waktu 1980an aktif di
Indonesian Student Association for International Studies (ISAFIS):
[12:25 PM, 6/7/2021]
Hendrajit: “Jadi bulan Oktober itu saya mengambil verlop (cuti) 2
minggu beristirahat di Bandung untuk menyiapkan konsep, yang menjadikan
semua perairan (laut) antar-pulau-pulau Indonesia menjadi perairan
pedalaman. Demikian lahirnya Konsepsi Nusantara dalam hukum laut itu,”
tutur Pak Mochtar.
[12:25 PM, 6/7/2021]
Hendrajit: Singkat cerita, dasar memang tokoh satu ini otaknya bukan
saja brilyan tapi obrolan dengan Uda Chairul ini juga tertantang untuk
membuktikan kemampuan intuitifnya untuk menjadikan ilmu hukum untuk
mengubah keadaan yang revolusioner, bukannya alat untuk memaklumi
keadaan, akhirnya kerja Mochtar selesai sudah.
[12:25 PM, 6/7/2021]
Hendrajit: Nah di sini, cerita menarik dari Mochtar sangat berharga
untuk memahami jiwa revolusioner dari apa yang kelak dinamakan
Deklarasi Djuanda. Berkata Mochtar:
[12:25 PM, 6/7/2021]
Hendrajit: "Setelah diselesaikan, konsep itu dibahas dalam rapat
kabinet pada 13 Desember 1957 di kantor PM Djuanda di Pejambon (kini
Gedung Kemlu). Agenda rapat sebetulnya membahas RUU yang dibuat panitia
INTERDEP, panitia yang dibentuk pemerintah untuk mempersiapkan RUU
tentang wilayah maritim. “Tetapi ada juga RUU tidak resmi dari Menteri
Veteran, di mana saya menjadi penasihat sekaligus pembuat konsepnya.
Sebetulnya bukan RUU tetapi deklarasi tentang konsepsi Negara Kepulauan
Indonesia,” tulis Mochtar dalam buku kenang-kenangan mengenai Chairul
Saleh.
[12:25 PM, 6/7/2021]
Hendrajit: Ketika akan memasuki ruang rapat, Mochtar dicegat Chairul
yang langsung memberondong dengan beberapa pertanyaan.
[12:25 PM, 6/7/2021]
Hendrajit: “Mochtar, ini yang mau diukur dari pangkal laut teritorial
lebarnya berapa?”
[12:25 PM, 6/7/2021]
Hendrajit: “Dua belas mil,” jawab Mochtar.
[12:25 PM, 6/7/2021]
Hendrajit: “Kenapa tidak 17 ? Sebab 17 adalah angka keramat,” kata
Chairul yang tak dihiraukan Mochtar. Mungkin dipikirnya, kenapa pula
Uda Chairul yang anak Minang tulen ini tiba-tiba jadi senang klenik dan
tahayul.
[12:25 PM, 6/7/2021]
Hendrajit: Konsepsi laut itu akhirnya diadopsi pemerintah. Hari itu
juga PM Djuanda mendeklarasikan konsep yang kemudian dikenal dengan
Deklarasi Djuanda itu. Indonesia mulai saat itu menyatakan seluruh
perairan yang mengelilingi atau menghubungkan pulau-pulaunya sebagai
bagian tak terpisahkan dari wilayahnya dan berada di bawah kedaulatan
Indonesia alias perairan nasional. Seluruh kekayaan yang ada di dasar
laut dan tanah di bawahnya milik Indonesia.
[12:25 PM, 6/7/2021]
Hendrajit: Munculnya Deklarasi betul-betul sebuah karya anak bangsa
yang nasionalistis dan revolusioner, dan hebatnya lagi, justru melalui
sarana produk hukum dan mengguncang dunia internasional. Tanpa satu
pelurupun diletuskan.
[12:25 PM, 6/7/2021]
Hendrajit: Buktinya? Beberapa negara ada yang segera mengirim surat
penentangan, di antaranya nota protes diplomatik itu berasal dari
Amerika Serikat (30 Desember 1957), Ingris (3 Januari 1958), Australia
(3 Januari 1958), Belanda (3 Januari 1958), Prancis (8 Januari 1958),
dan Selandia Baru (11 Januari 1958),” tulis Eko A. Meinarno,
Adhityawarman Menaldi, dan Prayogo Triono dalam “Andai PM Djuanda Masih
Hidup: Studi Persepsi Wilayah NKRI”, dimuat dalam Membangun Kedaulatan
Bangsa Berdasarkan Nilai-Nilai Pancasila: Pemberdayaan Masyarakat dalam
Kawasan Terluar, Terdepan, dan Tertinggal.
[12:25 PM, 6/7/2021]
Hendrajit: Tentu saja meski Mochtar berperan besar namun di belakang
layar sebagai konseptornya Chairul Saleh, tak urung sempat gusar juga
dibuatnya. Mochar yang lagi kalang-kabut kontan menemui Uda Chairul
seraya menunjukkan berita sebuah koran. Chairul justru merespon santai.
“Ooo mereka protes? Kalau negara-negara besar imperialis itu protes,
itu artinya kita di jalan yang benar.”
[12:25 PM, 6/7/2021]
Hendrajit: Benar. Deklarasi Djuanda sebagai karya revolusioer di bidang
hukum memang strategis. Deklarasi Djuanda menjadi landasan Indonesia
memperjuangkan perairan nasionalnya baik di Konferensi Hukum Laut PBB
pertama di Jenewa, Februari 1958, maupun forum-forum internasional
setelahnya.
[12:25 PM, 6/7/2021]
Hendrajit: “Pada waktu itu saya selalu dijadikan ketua Delegasi
Perjuangan untuk mendapatkan pengakuan itu,” tutur Mochtar mengenang
kejadian itu.
[12:25 PM, 6/7/2021]
Hendrajit: Makanya kalau orang sekarang meributkan yang namanya UNCLOS,
ngerti nggak sejarah pembuatannya? Nah ini sekelumit cerita mengenang
jasa-jasa Pak Mochtar.
[12:25 PM, 6/7/2021]
Hendrajit: UU tentang Perairan Indonesia yang kemudian menjadi UU
No.4/Prp juga dibuat berdasarkan Deklarasi Djuanda. Jauh setelah
Chairul tiada, perjuangan Indonesia mendapatkan pengakuan internasional
atas laut teritorialnya akhirnya membuahkan hasil dengan
ditandatanganinya United Nations Convention on the Law of the Sea
(UNCLOS) oleh 159 negara pada 10 Desember 1982 di Montego Bay, Uruguay.
[12:25 PM, 6/7/2021]
Hendrajit: Untungnya dan bagusnya ahlak dari manusia hebat macam Pak
Mochtar ini, bukan orang seperti kacang lupa kulitnya. Beliau menyadari
betul bahwa Uda Chairul adalah seorang mentor. Sehebat apapun pak
Mochtar kelak, menjadi menteri kehakiman dan dua kali jadi menlu di era
pemerintahan Suharto, Pak Mochtar menyadari bahwa sumber inspirasi dan
penggagas Deklrasi Djuanda adalah Chairul Saleh.
[12:25 PM, 6/7/2021]
Hendrajit: “Jadi saya merasa beruntung mendapatkan tantangan dan
dorongan dari Uda Chairul, dari permulaan tidak adanya sampai tercipta
dan berhasil diterimanya Wawasan Nusantara sekaligus diterimanya
konsepsi baru ini di Konvensi Internasional tentang Hukum Laut di
Montego Bay itu,” kata Mochtar.
[12:25 PM, 6/7/2021]
Hendrajit: Luar biasa Pak Mochtar. Semoga Allah memberi tempat yang
terbaik dan termulia di SisinYa.
[12:55 PM, 6/7/2021]
Hendrajit: Satu saat memang perlu diskusi lebih dalam ihwal peran TNI
dalam Perjuangan Bangsa. Menjadi bagian integral dari perjuangan
bangsa, TNI jelas nyata adanya. Tapi TNI berpolitik kita harus cermat
dan hati2, karena ini isu yang kontroversial.
Kedua, kalaupun dipahami sebagai TNI yang berpolitik, mahzab siapa yang
dipakai. Pak Dirman, Pak Nas atau Pak Harto.
[12:57 PM, 6/7/2021]
Adiaksa: Mantap ini...Sekilas sy pilih Mahzad Jend.Besar Soedirman
๐๐ผ☕๐☕๐๐ผ